Sabtu, 30 Juli 2011

TAWAKAL

SMA: Kuliah mahal, susah pula, bisa enggak yah besok aku kuliah? :(
Kuliah: Banyak sarjana nganggur sekarang, bisa dapet kerjaan enggak ya besok? :(
Bekerja: Takut aku, jangan-jangan entar diPHK, bisa jadi gembel nih :(

Siapa sih yang sama sekali tidak pernah merasa khawatir dan takut? Semua orang pernah merasakannya, termasuk yang menulis catatan ini :)

Kekhawatiran dan ketakutan adalah milik semua orang, alias wajar. Hanya saja kita perlu menempatkannya pada posisi yang semestinya, posisi yang membawa manfaat, bukan sebaliknya. Kekhawatiran dan ketakutan untuk berbuat maksiat atau mengikuti syahwat, misalnya, hal ini justru bermanfaat untuk kebaikan dunia dan akherat kita. Lain halnya apabila kekhawatiran dan ketakutan itu menyebabkan diri menjadi lemah, terguncang, memotong usaha bahkan menarik kita ke belakang, yang seperti ini tidak ada manfaatnya bahkan lebih banyak mudhorotnya. Contohnya, kekhawatiran dan ketakutan terhadap masa depan. Masa yang akan datang itu tidak bisa dienyahkan dengan kekhawatiran, kawan. Kekhawatiran dan ketakutan dalam hal ini hanya akan menjadi beban yang amat berat di pundak kita yang sedang melakukan perjalanan. Untuk mengatasinya, kita harus membekali diri dengan tawakal, tauhid dan kepasrahan kepada Alloh, ridho kepadaNYA sebagai penguasa dalam segala sesuatu. Tidak bisa dikatakan ridho kepada Alloh sebagai penguasa jika kita mencintai sesuatu yang dibenciNYA. Berarti kita tidak ridho kepada Alloh sebagai Penguasa secara mutlak, dan akibatnya Alloh juga tidak ridho kepada kita sebagai hamba secara mutlak. Kita berlindung kepada Alloh dari hal tersebut.

Secara umum dapat dikatakan, bahwa tidak ada yang layak bagi seorang hamba kecuali apa yang ditegakkan pada dirinya. Hikmah dan pujian hanya bagi Alloh, yang telah menegakkan dirinya pada suatu kedudukan yang memang hanya layak bagi dirinya, bukan bagi orang lain. Karena itu sebagai hamba kita tidak perlu menelusurinya. Alloh lebih mengetahui, dimana Dia meletakkan pemberian dan karuniaNYA.

Dengan pujian dan hikmahNYA Dia memberi, dengan pujian dan hikmahNYA pula Dia menahan. Siapa yang tidak mendapatkan, lalu dia memasrahkan diri dan sekaligus berharap kepadaNYA, maka keadaannya beralih menjadi orang yang diberi. Siapa yang hanya sibuk dengan pemberianNYA tetapi memutuskan diri denganNYA, maka keadaannya akan berubah menjadi orang yang tidak diberi. Segala sesuatu yang membuat hamba lalai dari Alloh akan menjadi kesialan baginya, dan apapun yang mengalihkannya kepada Alloh akan menjadi rahmat baginya. Alloh ingin agar hambaNYA berbuat. Tetapi perbuatan itu tidak akan terjadi hingga Alloh berkehendak untuk menolongnya. Alloh menghendaki agar kita senantiasa istiqomah dan mencari jalan menuju kepadaNYA. Alloh berfirman, "Dan kalian tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Alloh, Robb semesta alam." (QS AT TAKWIR:29).

Alloh menjadikan tawakal setelah takwa, yang menjadi penopang segala sebab yang diperintahkan. Pada saat itulah tawakal kepada Alloh sudah cukup baginya. Firman Alloh, "Barangsiapa bertakwa kepada Alloh, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizqi dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Alloh, niscaya Alloh akan mencukupkan keperluannya." (ATH THOLAQ:2-3).

Tawakal dan mencukupkan keperluan kepada Alloh tanpa memperhatikan sebab yang diperintahkan adalah kelemahan. Misalnya, kita memarkir sepeda motor kita di luar rumah tanpa menguncinya. Ini tidak dibenarkan. Tawakal ini dibuat lemah karena mengabaikan sebab, yaitu mengunci sepeda motor supaya tidak hilang. Landasan dan tempat tawakal adalah sebab. Kesempurnaannya dengan tawakal kepada Alloh.

Adapun jika terlalu mengandalkan peranan sebab dan berpaling dari tawakal, maka ini juga tercela. Misalnya, mengunci sepeda motor tetapi tidak merasakan adanya tawakal dan terlepas dari pertolongan Alloh pada dirinya. Padahal apalah daya manusia tanpa pertolongan Alloh? Maka orang-orang seperti ini juga lemah. Kekuatan dari segala kekuatan adalah bertawakal kepada Alloh dengan tetap menjalankan sebab-sebabnya. Yakni dalam hal ini yang harus dilakukan adalah mengunci sepeda motor sekaligus bertawakal kepada Alloh.

Dengan kata lain, Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam membimbing kita kepada sesuatu yang menjadi tujuan kesempurnaannya dan apa yang dicarinya, mendapatkan apa yang bermanfaat bagi dirinya dan juga berusaha. Sehingga ucapan "Cukuplah Alloh sebagai pelindungku, dan Dia sebaik-baik penolong" akan sangat bermanfaat apabila diucapkan dengan disertai usaha. Jika diucapkan saja tanpa ada usaha atau mengabaikan sebab-sebabnya maka sikap tersebut adalah tercela.

Sekarang faham kan, cara yang benar dalam bertawakal? So, tawakal yuuk ^_^

Maroji':
_ Alquran Alkarim
_ Mukhtashor Zaadul Ma'ad, Ibnu Qoyyim Aljauziyah

SENYUM YUUK...

Banyak orang lupa membahagiakan dirinya dengan cara yang paling ringan, mudah dan gratis, yakni dengan tersenyum. Lho bukankah senyum itu datang jika kita sedang merasa bahagia? Betul. Tapi justru disini pulalah kita dapat menemukan jalan pintas. Mengapa harus menunggu kebahagiaan yang datang dari luar, baru kita dapat tersenyum? Tersenyumlah, dan temukan kebahagiaan itu hadir bersamanya! Tidak sulit bukan, menjadi orang bahagia? ^_^

Saat ini orang stres semakin banyak. Mereka seringkali dilanda stres akibat ketegangan dan kejenuhan rutinitas sehari-hari, ditambah lagi masalah-masalah yang datang tak diundang. Wajah mereka nampak tegang, kaku, bahkan senantiasa bermuram durja. Padahal memandang masalah dengan cara lain dapat membuat kita merasa relaks dan tidak panik. Hal ini telah dibuktikan dalam sebuah studi yang diterbitkan di Annals of Behavioral Medicine, orang-orang yang disuruh membayangkan akibat yang berbeda dan lebih lucu dari suatu situasi yang sulit, ternyata mengalami kadar stres yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang tidak merevisi cerita.

Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam adalah orang yang selalu menampakkan wajah berseri-seri dengan senyumnya yang khas setiap beliau bertemu dengan seseorang. Keceriaan dan senyumnya yang menyenangkan membuat para sahabat betah duduk berlama-lama di dekat beliau. Bahkan setiap orang yang baru pertama kali bertemu beliau pasti terkesan oleh senyumannya. Senyum adalah perwujudan akhlak dan perangai Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam, juga merupakan ungkapan perasaan beliau setiap kali menghadapi peristiwa yang lucu atau humoristis. Beliau juga menyukai hal-hal yang lucu dan menyenangkan, yang bisa menghibur hati dan mengurangi kepenatan dalam berfikir. Dalam sebuah hadis beliau bersabda: "Janganlah terlalu membebani jiwamu dengan segala kesungguhan hati. Hiburlah dirimu dengan hal-hal yang ringan dan lucu, sebab bila hati terus dipaksa dengan memikul beban yang berat ia akan menjadi buta." (Sunan Abu Daud).

Dari segi kesehatan, orang yang murah senyum akan jauh dari stres, jantungnya berdetak normal dan peredaran darahnya akan mengalir dengan baik, sehingga akan terhindar dari aneka penyakit ketegangan. Sebabnya ialah karena senyum mendorong hati menjadi ceria, sehingga menyehatkan dan menguatkan tubuh. Para periset menyatakan bahwa akting lebih ramah, lebih suka berpetualang atau lebih percaya diri mempunyai kekuatan untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri. Orang yang tersenyum hanya mengandalkan 17 otot wajah. Sedangkan orang yang cemberut akan tertarik 32 otot wajahnya, suatu jumlah yang jauh lebih besar ketimbang tersenyum. Inilah salah satu sebab mengapa wajah terkadang terlihat lebih cepat tua bagi orang yang jarang tersenyum.

Dari segi hubungan sosial, senyum yang tulus akan membuat orang lain menjadi merasa lebih aman dan nyaman. Sejarah telah menulis, banyak keberhasilan Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam dalam misinya sebagai penyebar agama tauhid dikarenakan oleh senyuman dan keramahan beliau, disamping akhlaknya yang mulia. Suasana pergaulan bagi ahli senyum mampu menambah semangat dibandingkan dengan orang yang selalu bermuram durja.

Walaupun demikian, dalam tersenyum kita haruslah proporsional, harus diperhatikan benar-benar kondisi, waktu dan tempat yang tepat. Senyum yang tidak proporsional akan memiliki dampak yang bermacam-macam. Senyum sinis, senyum hinaan, serta senyum pada saat orang lain menderita adalah bentuk senyum yang tidak terpuji dan tidak proporsional. Senyum tersebut justru membuat orang lain semakin menderita dan teriris hatinya. Ada lagi bentuk senyuman yang tergolong tidak proporsional, yaitu senyuman menggoda alias senyuman maut (apalagi ditambah kedip-kedip...hadeeh >_< ). Senyuman ini tidak pada tempatnya, karena dilemparkan ke sembarang lawan jenis dengan tujuan menggoda. Ini tentu tidak boleh.

Terdapat senyuman yang mungkin tidak biasa dilakukan manusia, tetapi alangkah baiknya kita mencobanya. Jarang dilakukan memang, tetapi bukan berarti tercela jika kita menerapkannya. Senyuman tersebut adalah senyum kita dikala diri kita sendiri sedang tertimpa musibah, dikala sedih, tegang maupun hati sedang dongkol. Tersenyum pada saat-saat tersebut memberi pengaruh positif yang cukup besar terhadap jiwa. Dengan tersenyum demikian kita bisa merasakan sabar dan syukur dalam waktu yang sama. Hal ini menunjukkan ketabahan dan ketegaran hati terhadap takdir Alloh Ta'ala pada diri kita.

Dengan tersenyum tulus kita bisa memperoleh banyak keuntungan dari segi lahir maupun batin sebagaimana telah disebutkan di atas. Tunggu apa lagi? Mari kita budayakan senyum sehat dan bahagia. Keep smile ^_^

JANGAN BENCI DIRINYA KARENA TAKDIRNYA

Ukhty fillah, untuk kesekian kalinya aku mendapatkan dirimu mencela sesama kita, bahkan menunjukkan ketidaksukaanmu pada mereka. Ukhty, kau sangat benci dan tidak rela ketika fulanah menyebut dirimu mirip A. Kau bilang kalian jauh berbeda, dan dirimu jauh lebih cantik dari A, kemudian kau merendahkannya. Saudariku, ketahuilah bahwa Alloh telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Sesungguhnya Alloh tidak memandang pada rupa-rupa kita, akan tetapi ketakwaanlah yang membedakan kita di hadapanNya. Ketahuilah ukhty, jika kau mencela ciptaanNya maka tak jauh berbeda dengan kau telah mencela Penciptanya. Sama halnya jika kau mengatakan "lukisan ini sangat jelek", siapakah orang yang pertama tersinggung ukhty? Tentulah sang pelukis lukisan tersebut.

Ukhty, mengapa harus selalu menyalahkan dan bersikap sombong terhadap seorang janda? Perceraiannya belum tentu akibat dosa-dosanya, kalaupun itu benar toh itu hanya bagian masa lalunya. Siapa yang bisa menghalangi jika ternyata Alloh berhendak menjadikan perceraiannya sebagai gerbang menuju kebahagiaannya yang hakiki kelak? Mengapa harus merasa "tinggi" di atasnya hanya karena engkau masih mempunyai suami, apakah engkau mengetahui berapa umur perkawinanmu kelak ukhty? Sesungguhnya jodoh adalah bagian dari rahasia Alloh yang hanya bisa kita ketahui secara pasti setelah ajal memisahkan keduanya.

Rejeki seseorang sudah pasti ketentuannya ya ukhty. Tidak ada yang bisa memberi jika Alloh berkehendak untuk menahannya. Dan tidak pula ada yang mampu menahannya jika Alloh berkehendak untuk memberikannya pada hamba yang dikehendakinya. Janganlah kau berbahagia atas kemiskinannya, lalu membenci dan merendahkannya. Jangan lagi kau sebut-sebut bahwa kemiskinannya adalah akibat perbuatannya yang begini-begini, apalagi akibat perbuatannya terhadap dirimu. Tak ada yang tak mungkin jika Alloh sudah berkehendak ukhty. Sesungguhnya hanya Alloh saja yang Maha Mengetahui segala urusan secara tepat.

Memang benar, orang baik akan mendapatkan pasangan yang baik, orang jahat pun akan mendapatkan pasangan yang serupa dengannya. Tapi janganlah kau jadikan hal ini sebagai hujjah untuk menghukumi seseorang secara sama rata. Tak ingatkah kau dengan siapa Asiyah wanita solihah itu berjodoh? Beliau berjodoh dengan Fir'aun manusia yang dilaknat Alloh. Apakah lantas martabat Asiyah jatuh? Tidak ukhty, beliau masih selalu dimuliakan Alloh dan seluruh makhluk di muka bumi ini. Juga bagaimana dengan para nabi yang memiliki istri-istri yang durhaka, apakah Alloh merendahkan para nabi tersebut? Tidak ukhty, kemuliaan dan solawat tetap tercurah kepada mereka dan para pengikutnya. Bersyukurlah atas nikmat Alloh yang Dia telah mengkaruniakan seorang suami solih kepadamu. Tapi janganlah hal ini membuatmu merasa lebih mulia dan merendahkan yang lain. Sesungguhnya segala sesuatu ada hikmahnya, dan hanya Alloh saja yang Mengilmui semua hikmah itu secara sempurna.

Ukhty fillah, kecacatan fisik B bukanlah kehendaknya, tapi semua itu adalah terjadi atas KuasaNya. Janganlah kau menilai dirinya dengan sebutan "si malang" dan menganggap dirimu sebagai "si mujur" lalu meremehkannya. Tak takutkah kau kepada Alloh Yang Maha Mendengar dan Maha Menyaksikan segala sesuatu? Tak takutkah kau bahwa Alloh pun berkuasa untuk menjadikanmu seperti apa yang Dia kehendaki? Bersyukurlah atas semua nikmat Alloh tanpa harus bersikap takabur. Mudah-mudahan Alloh menambahkan nikmatNya kepada kita semua.

Ukhty yang semoga Alloh senantiasa merahmatimu,
Sebagai seorang mukmin kita harus menyadari bahwa pengaturan Alloh jauh lebih baik daripada pengaturan kita sendiri. Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda:"Tidaklah Alloh menetapkan suatu qodho bagi orang mukmin, melainkan qodho itu lebih baik baginya." Yakinlah apa yang terjadi pada mereka, dirimu juga diriku semuanya adalah baik di sisiNya. Jangan lagi kau merendahkan mereka karna kau merasa lebih mulia dan bahagia dibanding mereka. Ketahuilah, mereka adalah orang-orang yang ridho atas nasib dan penderitaan yang menimpa mereka. Mereka ridho dan yakin bahwa di balik semua itu ada pahala yang disimpan. Sama halnya seperti keridhoan seseorang pada saat merasakan sakitnya sayatan ketika dibekam, atau merasakan pahitnya minum obat karena mengharapkan kesembuhan.

Bahkan lebih dari itu, mereka ridho terhadap penderitaan yang dialaminya karena menyadari bahwa hal itu adalah kehendak Kekasihnya. Bagi mereka sesuatu yang paling nikmat adalah keridhoan Kekasihnya, sekalipun hal itu harus diwujudkan dalam bentuk penderitaan dirinya. Sebagaimana yang dikatakan sebagian orang, "Luka itu tidak terasa sakit jika membuat kalian ridho." Maka kebahagiaan itu adalah milik semua orang, yakni bagi mereka yang ridho dengan segala ketetapan Kekasihnya.

Ukhty, uhibbuki fillah...

Jumat, 29 Juli 2011

MAAF, RINGAN TAPI BERAT

Selama ini kita dipertemukan dengan wacana yang selalu menekankan kita akan pentingnya memaafkan dan berlemah lembut terhadap sesama. Apakah itu berarti kita tidak perlu meminta maaf, karena merasa diri sudah pasti dan layak untuk dimaafkan? Atau karena kita berpikir bahwa sudah menjadi kwajiban merekalah untuk memaafkan kita?

Ukhty fillah, adalah benar menjadi kwajiban kita memaafkan sesama (dalam hal yang memang masih disyariatkan). Adalah sebuah keberuntungan dan kemuliaan bagi kita untuk menghapus kesalahan sesama. Adalah kesehatan jiwa dengan melapangkan dada kita terhadap rasa sakit yang ditimbulkan oleh sesama. Adalah kebahagiaan dan kelegaan hati jika kita bisa melupakan sikap buruk sesama kepada diri kita. Demikian itulah akhlak yang harus kita miliki. Akan tetapi bagaimana halnya jika posisinya dibalik, mengingat kita semua adalah manusia biasa yang tidak luput dari berbuat salah dan dosa? Akankah kita menempatkan diri dalam posisi sebagai si korban? Pantaskah hati kita berucap, "Sudah jadi kwajiban elo maafin gue." Atau kita berdiam diri dan menganggap lewat semua dosa kita begitu saja? Atau kita pura-pura lupa akan kesalahan kita? Atau justru kita sama sekali tidak merasa bersalah? Subhanalloh...mudah-mudahan tidak ya ukhty.

Sekarang bagaimana pula sikap kita jika ternyata ada seseorang yang mengingatkan dan menegur kesalahan kita? Bagaimana jika turun sebuah nasehat kepada kita? Jawabannya ada di dalam diri kita masing-masing. Ada yang merasa bersyukur dan berterima kasih karena merasa telah terselamatkan, sehingga tidak berlarut-larut dalam keburukan yang selanjutnya. Ada yang menerima nasehat dan langsung introspeksi diri. Ada yang merasa sakit saat mendengarnya tetapi masih mau merubah sikap. Ada yang langsung merasa diserang, hati sakit dan pedih serasa disayat sembilu lalu membantah teguran dan nasehat tersebut. Dan ada pula yang sakit hati lalu membantah sekaligus memutar balik fakta, menuduh bahwa lawan bicaranya itulah yang berbuat, lalu dia pun keluar teori-teori untuk menasehati balik...wal'iyadzubillah.

Ukhty fillah, nasehat itu ibarat jamu...pahit memang tetapi menyehatkan. Apakah kita akan menelannya ataukah kita akan memuntahkannya, atau memuntahkan sekaligus menyemprotkannya pada muka sang pemberi jamu? Semua kembali kepada kesadaran diri kita masing-masing. Tak ada seorang pun yang bisa memaksakan kita untuk menelannya. Yang perlu dicatat, seseorang itu harus bisa menahan diri merasakan pahitnya obat dan bersabar menahan diri dari hal-hal yang diinginkannya, semua itu demi pemulihan badannya yang sedang sakit. Begitu pula kesabaran dalam berusaha mengobati penyakit hati, yang justru inilah yang lebih penting. Mengapa? Karena penyakit badan bisa lepas dengan kematian, akan tetapi penyakit hati bisa berlanjut dengan siksa yang abadi setelah kematian. Dan kita berlindung kepada Alloh dari hal tersebut.

Penyakit hati itu tersembunyi. Boleh jadi pemiliknya tidak tahu, karena itu dia mengabaikannya. Kalaupun tahu, mungkin dia tidak sabar menanggung pahitnya obat, karena obatnya adalah menentang nafsu. Untuk mengembalikan keadaan agar sehat dan segar kembali maka dilakukan pengobatan dengan melihat jenis penyakitnya. Seperti panas, maka diobati dengan dingin agar tidak semakin panas dan tidak pula terlalu dingin yang bisa menjadi penyakit baru. Dalam hal ini diperlukan jalan tengah. Kikir diobati dengan sedekah dan mengeluarkan harta, tapi tidak perlu berlebih-lebihan dan boros. Pemarah dengan mengendalikan amarah, begitu seterusnya. Bagaimana pula dengan penyakit gengsi untuk minta maaf? Mari kita jawab sendiri-sendiri ^_^

Ukhty fillah, janganlah ketidakmampuan kita untuk memaksakan diri mengakui kesalahan akhirnya mendorong kita untuk  berbuat curang, memutar balik perkara dan menuduh orang itulah yang telah melakukan kesalahan. Ingatlah dengan firman Alloh dalam QS AZ ZUKHRUF ayat 58 : "Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar."
Juga dalam QS AN NISA ayat 112: "Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata." Dalam QS AL QOSHOSH ayat 50 Alloh pun berfirman: "Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Alloh sedikitpun. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dholim."
Di dalam Sunan At Turmudzi dari hadis Abu 'Umamah ia berkata: Rosululloh bersabda: "Tidaklah sesat suatu kaum setelah mengikuti petunjuk, kecuali didatangkan kepada mereka perdebatan."
Adapun menahan diri dari menyakiti dengan lisan itu merupakan sebab mendapat jaminan Nabi untuk masuk surga: "Barangsiapa yg menjamin bagiku untuk menjaga apa yg diantara 2 janggutnya dan yg diantara kedua kakinya maka aku jamin baginya surga."

BUANG RASA TAKUT GAGAL

Tanpa kita sadari ternyata keluarga dan lingkungan kita kerap sekali menanamkan rasa takut gagal semasa kita masih anak-anak. Ketika memanjat pohon, "Awas jatuuuh! Turun!" Kita pun turun (kalau yang bandel malah memanjat lebih  tinggi :D ). Ketika kita berlari, "Jangan lari-lari entar jatuh!" Kita pun berhenti. Ketika di dapur, "Kamu belum bisa mengerjakan ini, Nak... Ayo sana main saja!" Kita pun menghambur keluar, "Asiiiik!" ^_^

Dengan begitu, bayang-bayang kegagalan selalu hadir di hadapan kita hingga dewasa. Kita menjadi tidak berani mengerjakan suatu pekerjaan yang belum kita ketahui. Kita baru mengerjakannya bila sebelumnya kita telah berhasil mencobanya, atau hanya karena kita telah melihat orang lain berhasil melakukannya. Ketika didatangkan suatu ide atau kesempatan, kita terlalu banyak berpikir dan menimbang-nimbang, bahkan banyak waktu dan pikiran yang habis terbuang hanya untuk satu hal ini tanpa menghasilkan satu action pun. Perasaan takut gagal ini akan mencegah kita untuk mengarungi pengalaman yang sangat banyak, menarik dan berguna bagi kita. Orang-orang yang telah membebaskan dirinya dari perasaan takut gagal adalah orang-orang yang paling berhasil yang pernah kita lihat.

Tapi ngomong-ngomong, apa sih sebenarnya definisi gagal itu? Gagal, secara sederhana adalah pandangan seseorang berdasarkan cara pandang orang lain dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Kegagalan akan menjadi mustahil apabila kita yakin bahwa tidak ada suatu pekerjaan yang harus dikerjakan hanya dengan aturan tertentu dan sesuai arahan orang lain saja. Memang, dalam suatu kondisi terkadang kita gagal melakukan sesuatu hanya karena mengikuti cara pandang kita pribadi. Tetapi yang penting disini bukanlah menilai suatu pekerjaan dengan penilaian kita pribadi. Tidak berhasilnya kita dalam urusan tertentu bukan berarti kita telah gagal secara pribadi, namun hanya gagal dalam urusan itu saja pada saat itu.
Jangan khawatir dengan pandangan orang lain mengenai kita, juga cacian orang kepada kita. Namanya juga orang :D Ketika kita gagal untuk pertama kali atau lebih dari sekali, sebenarnya kita tidak perlu memikirkannya sama sekali. Jadikanlah kegagalan ini sebagai pintu menuju kesuksesan. Orang yang tidak pernah mengalami kegagalan satu kali pun dalam hidupnya secara umum tidak akan memperoleh keberuntungan dan kesuksesan. Kalaupun ada tentu hal itu sangat jarang, dan kita tidak bisa berpegangan dengan hal ini.

Semua orang besar pernah mengalami kegagalan dalam urusan mereka, karena bila tidak pernah gagal mereka tidak akan bersungguh-sungguh untuk mendapatkan kesuksesan hidup. Sebagaimana adanya kegagalan dalam hal tertentu, hal itu akan menjadikan kita mengenali titik-titik kelemahan dan kekuatan yang ada pada pribadi kita. Tentunya semua ini akan berguna untuk mengembangkan titik kekuatan kita dan menghilangkan titik kelemahan kita. Sudah menjadi kwajiban kita untuk dapat memisahkan dua hal ini, yaitu kegagalan dan kekuatan pribadi serta penghormatan pada diri pribadi. Maksudnya, kegagalan hendaknya sama sekali tidak menghilangkan penghormatan kita kepada kepribadian kita sendiri, karena kegagalan itu bukan berarti lemahnya kepribadian.

Bila seseorang tidak membedakan antara kegagalan dan kesuksesan berdasarkan penilaian pribadinya, maka semua itu akan menjadikannya tidak memiliki nilai kepribadian. Lihat saja perjuangan Nabi kita shollallohu 'alaihi wa sallam dalam mendakwahkan agama ini, jika di awal perjuangan beliau merasa gagal maka belum tentu kita mengenal agama ini. Atau contoh lain, Thomas Alfa Edison, seandainya ia menafsirkan bahwa semua pekerjaan yang ia lakukan adalah bukti kepakaran dirinya dan ia anggap sebagai kegagalan, maka ia akan berhenti berkarya dan gagal menyinari alam ini.

Perasaan takut gagal adalah batu sandungan yang akan menghalangi langkah kita menuju kemajuan, sehingga kita terbelenggu dalam keadaan cemas,  menyesal dan menderita karena banyaknya urusan. Semua itu intinya adalah karena kita takut gagal. Bukankah masih belum terlambat untuk menghilangkan perasaan ini? So let's go friends! Good luck ^_^

Rujukan: Positive Thinking, Adil Fathi Abdullah

Kamis, 28 Juli 2011

STRESS?

"Stresss!"
"Bete te bete te bete teeee...!"
"Sebbueee...ll!"
"Kenapa musibah ini musti menimpaku?! Kenapa bukan yang laiiiin?!"
"Apa salah dan dosakuuuuuw!"
"Ini salah gueee... kenapa kemarin gue gak pergi ajaaa!"
"Huwaaaaah aku pengen matiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!"
"Sudah tak sanggup lageeeee!"
"Andai...aku jadi orang kaya"
"Huhuhuu... stres gue... T_T"
" Nyesel :'( :'( :'( "

Mungkin di antara kita pernah mendapatkan kata-kata itu meluncur dari lesan seseorang, atau kita mendapatkannya dari SMS seseorang yang dekat dengan kita, atau bahkan kita sendiri yang mengalaminya. Tidak masalah siapa yang melakukannya. Hidup memang tak bisa luput dari masalah. Manusia tanpa pandang bulu tidak mungkin terlepas dari serangan stressor. Apalagi wanita, makhluk satu ini rentan depresi. Wanita sering mengalami gangguan kegelisahan jiwa enam kali lebih sering dibanding laki-laki. Hanya mereka yang dilatih terbiasa menahan stressor dalam hidupnya yang terbebas dari kemungkinan jatuh stres.

Agar dimampukan hidup berdampingan dengan stressor tanpa menjadi jatuh stres, insyaalloh bisa dilatih. Ibarat vaksinasi, jiwa yang terbiasa mengalami stressor juga akan lebih tahan banting dibandingkan jika tidak pernah sama sekali mengalami kesusahan hidup. Oleh karena itu sejak kecil anak perlu terbiasa mengalami perasaan kecewa, tertekan, frustasi, sedih atau krisis, sehingga anak tahu bahwa hidup tidak selamanya enak. Hidup itu butuh kesabaran. Dengan cara demikian diharapkan anak menjadi tahan banting, sabar, tidak ringkih dan jiwanya bugar. Hanya stressor yang sama yang berlangsung terus menerus dan untuk waktu lama (malstress) yang tidak boleh dibiarkan mendera. Untuk hal itu kita harus pandai-pandai mengantisipasi, karena stressor berada di luar diri maka bukan tidak mungkin stressor yang sama dan terus-menerus hadir di depan hidup kita. Iman dan sabar menjadi satu hal yang urgent untuk menghadapinya.

Banyak sekali sumber kecemasan dan permasalahan kita berasal dari hal-hal yang tidak ada penyelesaiannya. Maka kita harus yakin bahwa itu sudah menjadi takdir dari Alloh yang tidak dapat ditolak. Kita harus ridho dan menerima takdir itu. Kadang masalah juga muncul karena ketidakmampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan suasana baru setelah terjadinya beberapa peristiwa atau musibah, disini betul-betul dibutuhkan kekuatan iman kita.

Alloh melalui RosulNya telah membimbing kita agar senantiasa sabar ketika menghadapi musibah. Alloh berfirman dalam QS ATH THUR ayat 48: "Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Robbmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami." Juga di dalam QS AN NAHL ayat 96: "Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

Hendaklah kita tidak mengatakan sesuatu yang menjadikan Alloh marah. Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam telah memperingatkan kita agar tidak berputus asa, karena berputus asa itu akan membuat seseorang menyiksa dirinya sendiri, yaitu ketika ia menyangka bahwa ia mampu untuk mencegah takdir ini seandainya ia berbuat ini dan itu. Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda,"Janganlah kamu mengatakan, 'Seandainya aku mengerjakan ini niscaya begini dan begitu.' Akan tetapi katakanlah, 'Semua itu telah menjadi takdir Alloh dan apa yang Alloh kehendaki itu pasti terjadi.' Sesungguhnya kata seandainya akan membuka pintu perbuatan setan." (HR MUSLIM)

Oleh karena itu janganlah kita menduga bahwa kita mampu mencegah apa yang telah terjadi, itu adalah takdir, dan takdir PASTI terjadi. Menerima dan bersabar dengan takdir Alloh serta mengembalikan segala sesuatunya kepada kehendak Alloh, itulah jalan selamat yang harus kita tempuh. "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan, 'Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'uun.' Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Robbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS AL BAQOROH:155-157)

Orang yang beriman tentu mengetahui bahwa takdir Alloh Ta'ala akan menjadi kebaikan baginya, baik di dunia maupun di akherat. Sekalipun takdir ini secara lahir tampak sebagai suatu musibah yang sangat besar. Sungguh Alloh Ta'ala itu hanya menghendaki kebaikan bagi seorang muslim untuk selamanya. Rosululloh bersabda, "Alangkah mengagumkan keadaan seorang mukmin karena semua urusannya itu baik baginya. Bila ia ditimpa kebahagiaan ia bersyukur dan itu baik baginya. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia bersabar dan itu pun baik baginya." (HR MUSLIM). Juga dalam hadis lain disebutkan, "Orang yang paling berat cobaannya adalah para Nabi kemudian setelah itu orang-orang solih, setelah itu orang-orang yang serupa dengan mereka dan seterusnya."

Okay, jangan stres lagi ya? ^^

LIDAH OH LIDAH

Air matanya menetes karena lidah. Kemarahannya memuncak karena lidah. Persahabatannya terputus karena lidah. Pertengkaran itu meledak karena lidah. Permusuhan itu timbul karena lidah. Perceraiannya terjadi karena lidah. Bahkan pembunuhan itu pun dilakukan karena lidah. Subhanalloh...betapa dahsyatnya pengaruh lidah sebagai pemicu timbulnya beragam bencana.

Aku bukanlah manusia yang pandai menjaga lidah, bukan pula manusia yang kebal terhadap sesuatu yang datangnya dari lidah. Betapa hatiku sangat lemah, mengendalikan benda kecil tak bertulang pun aku tak sanggup. Menahan pedihnya hati karena pengaruh yang ditimbulkan lidah pun aku tak mampu. Padahal semua itu adalah hal-hal yang tidak tampak oleh mata. Tidak pula bisa diraba oleh tangan. Sungguh, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Alloh.

Bicara soal lidah tiba-tiba teringat masa TK (Taman Kanak-kanak), betapa sering si A -sahabatku- membisikkan sesuatu di telingaku agar aku tidak bergaul lagi dengan fulanah dan 'alanah. Alasannya? Karena si A tak suka dengan mereka. Karena si A bermasalah dengan mereka. Adapun diriku? Tak tahu menahu urusan mereka semua. Si A cuma menceritakan kejelekan-kejelekan fulanah dan 'alanah, lalu memperingatkanku agar tidak berteman lagi dengan mereka. Berani melanggar?! Konsekwensinya...si A bakal marah dan menjauh dariku. Hmm...serba salah :( Syukurlah masa TK telah berlalu. Eit...tunggu dulu, ternyata peristiwa itu pun terulang kembali justru di saat umur sudah pantas menjadi ibu anak TK. Yap, ternyata masalah ibu-ibu pun tak jauh berbeda dari masalahnya anak TK. Nggak percaya? Tanya aja ibu kita :)

Masalah si A dengan fulanah dan 'alanah tak lepas dari perkara "lidah". Pun si A menularkan api permusuhannya itu kepadaku menggunakan lidah. Uh betapa saktinya lidah, mampu mencerai-beraikan manusia satu dengan lainnya dengan cara yang sangat mudah. Apakah setelah kita mengetahui "kesaktian dan kedahsyatannya" maka kita akan memanfaatkannya (baca:menyalahgunakan) semau hati kita? Demi kepentingan kita pribadi (baca:nafsu)? Kita berlindung kepada Alloh dari hal-hal yang demikian.

Lidah tak bertulang. Sangat ringan dan mudah kalimat demi kalimat meluncur darinya. Bahkan sangat mahir si lidah memainkan ilmu bela dirinya...silat lidah :) Bagaimana lidah bekerja pada kita, banyak pemicunya yang berasal dari tabiat. Tidak ada cara yang bisa menyelamatkan dari bencana ini kecuali dengan diam. Semakin berat perjuangan yang kita kerahkan, semakin besar pahalanya. Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapa yang menjamin bagiku apa yang ada di antara dua tulang dagunya (lidah) dan apa yang ada diantara dua kakinya (kemaluan), maka aku jamin baginya surga." (HR Bukhori, At Tirmidzi dan Ahmad). Dalam hadis yang lain,"Siapa yang menjaga lidahnya, maka Alloh menutupi aibnya." (HR Abu Nu'aim dan Ibnu Abid-Dunya).

Bahkan terdapat sebuah peringatan yang sangat keras mengenai lidah sebagaimana sabda Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam, "Sesungguhnya seorang hamba itu benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang menjerumuskannya ke dalam neraka, yang jaraknya lebih dari jarak antara timur dan barat." (HR Bukhori, Muslim dan Ahmad). Ibnu Qudamah mengatakan bahwa yang mirip dengan hal ini adalah perdebatan dan adu mulut, banyak menyerang orang lain untuk membuka kesalahan dan keburukan-keburukannya. Yang mendorong seseorang berbuat seperti ini adalah MERASA DIRINYA HEBAT.

Memang seseorang harus mengingkari kemungkaran dengan perkataannya dan menjelaskan mana yang benar. Itu dilakukan jika orang yang dihadapi mau menerimanya. Jika tidak? Kita tidak perlu meradang. Cara mengobati penyakit ini adalah dengan menundukkan kesombongan yang membuat dirinya merasa lebih utama. Dan yang lebih besar dari perdebatan adalah pertengkaran. Padahal Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Orang yang paling dibenci Alloh adalah orang yang keras lagi suka bertengkar." (HR Bukhori dan Muslim). Kembali dijelaskan oleh Ibnu Qudamah bahwa bertengkar yang dimaksud disini ialah bertengkar secara batil, tanpa dilandasi pengetahuan (ilmu). Sedangkan orang yang mempunyai hak untuk bertengkar, maka sebaiknya berusaha menghindari pertengkaran. Sebab pertengkaran itu bisa membuat dada terasa panas, amarah mendidih, menimbulkan kedengkian dan bisa melanggar kehormatan.

Banyak sekali bencana lidah, diantaranya lagi adalah berkata keji dan mengumpat. Sabda Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam,"Orang mukmin itu bukan orang yang suka mencemarkan kehormatan, bukan pula orang yang suka mengutuk, berkata keji dan mengumpat." (HR At Tirmidzi, dan yang selainnya).

Bencana-bencana lidah (lisan) masih banyak lagi, dan tidak memungkinkan untuk dijelaskan secara keseluruhan disini. Mudah-mudahan yang sedikit ini mencukupi kita (khususnya diriku sendiri) untuk bisa introspeksi diri dan menjadi lebih baik lagi dalam menjaga lisan ini. Yaa Robb, jagalah lisan-lisan kami dan selamatkan kami dari bencana yang ditimbulkannya. Aamiin yaa mujiibas saailiin...

TEMAN: Diantara Cinta dan Benci

Kesan pertama begitu menggoda. Itulah yang mungkin ada dalam pikiran kita sebelum akhirnya kita mengenalnya lebih dalam. Dia ramah, baik, rajin ibadah, pinter dan berwawasan luas, bahkan sangat perhatian kepada kita. Betul-betul seorang sahabat yang sempurna! Beruntunglah kita menemukannya! Kita merasa tenang, bersyukur dan bahagia. Itulah kesan di bulan-bulan pertama kita mengenalnya. Selanjutnya?

Dia memang masih menampilkan kebaikannya, tetapi dia seringkali melukai hati kita dengan lidahnya. Dia sering mencela kita, merendahkan kita, selalu berburuk sangka kepada kita, menyakiti kita dengan perkataan-perkataan yang kita benci, dan juga memanggil kita dengan sebutan yang tidak kita sukai. Lebih dari itu, dia juga memfitnah kita, memutar balik fakta, dan melihat kesalahan dirinya berada pada diri kita. Dia menyuruh kita "ngaca" dan "tau diri" untuk hal-hal yang tidak kita lakukan. Sekuat apapun usaha kita untuk mengingatnya, kita tidak menemukan tuduhannya ada dalam diri kita, tetapi justru ada pada dirinya. Jika kita menjelaskan hal ini kepadanya, dia akan menjawab: "Memang semua manusia mencari benarnya sendiri, kamu melakukannya tapi kamu tidak merasakannya, bahkan kamu tidak mengakuinya!" Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'uun. Tuduhannya adalah sesuatu hal yang kita anggap tabu untuk melakukannya, tuduhannya adalah pantangan perbuatan kita, tuduhannya adalah sesuatu yang kita selalu berhati-hati agar jangan sampai kita melakukannya. Dan kita sudah sekuat tenaga mengingat-ingat perbuatan kita seluruhnya, dan sungguh tidak pernah kita dapatkan bahwa kita telah melakukannya seperti tuduhannya. Yang kita temui, justru dialah yang melakukannya, tetapi mengapa sekarang kita yang dituduh seperti itu? Kita pun dibuat pusing, meradang, bahkan ada yang akhirnya mencoba memaksakan diri untuk terus mengingat-ingat dan membenarkan ucapannya. Tidak cukup sampai disitu, kita pun akhirnya menyesali diri sendiri secara berlebihan, yang akhirnya tubuh dingin menggigil dan jatuh sakit.

Dia adalah orang yang paling PD (percaya diri) yang pernah kita temui. Dia adalah orang yang suka memuji dirinya sendiri dan merasa lebih baik dari orang lain. Dia adalah orang yang menganggap bahwa semua yang dilakukannya adalah benar, dan orang lain adalah tempatnya segala kesalahan. Dia nyaris tidak pernah meminta maaf atas segala perbuatannya yang menyakiti kita. Sekalipun dia minta maaf, maka itu hanya ada di permukaan saja, selanjutnya dia akan mengulangi kembali kesalahannya yang sama, bahkan membuat kesalahan yang lebih besar lagi. Dan yang sungguh aneh, dia tidak merasa menyesal dan malu jika kedapatan melakukan kesalahan, apalagi merasa bersalah.

Tidak jarang, dia membeberkan aib kita kepada orang-orang di belakang kita. Sama halnya saat dia membeberkan aib orang lain kepada kita, maka seperti itulah kita akan diperlakukan di belakang kita. Bahkan jika terjadi masalah dengannya, tak segan-segan dia menceritakan kepada manusia bahwa dirinyalah yang didholimi, sementara kesalahan terletak pada diri kita. Kita pun diadu domba antara satu dengan lainnya. Dan kita akan dibuatnya tidak mempunyai teman.

Dia adalah orang yang banyak mengatur hidup kita. Kita dilarang berteman dengan ABC. Kita dibuat agar kita selalu bergantung kepadanya. Tetapi disitulah kita merasa sangat diperhatikan dan muncullah benih cinta kita kepadanya. Kita selalu berusaha memaafkan kesalahannya, sepedih apapun hati kita. Kita berusaha membenarkan semua ucapannya, sekeras apapun nurani kita menentangnya. Bahkan kita rela untuk selalu menyalahkan diri kita sendiri atas perbuatan salah yang dilakukannya.

Sekarang. Lihat diri kita kawan! Kita tersiksa dengan kebaikan dan kejahatannya. Kita sudah tidak tahu berapa liter air mata kita keluar karena sikapnya, tetapi kita tidak bisa melepaskannya dengan dalih dia orang baik dan kita mencintainya. Bahkan kita berpikir, dia melakukan semua itu karena dia mencintai kita. Sadarlah kawan, kita sudah banyak kehilangan kebahagiaan yang semestinya bisa kita dapatkan tanpa dirinya. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Tali iman yang paling kuat adalah engkau mencinta karena Alloh dan membenci karena Alloh." Apakah orang yang menyalahi perintah Alloh hanya orang-orang kafir dan ahli bid'ah? Tidak kawan. Ibnu Qudamah menyebutkan yang ke tiga, yaitu orang durhaka, walaupun sebatas perbuatan dan bukan keyakinannya. Jika kedurhakaannya mengganggu orang lain, seperti dholim, marah-marah, memberi kesaksian palsu, menggunjing, mengadu domba dll, maka cara yang paling baik adalah menjauhinya, tidak berteman dengannya dan mengucilkannya.

Masih dari perkataan Ibnu Qudamah, jika dia merasa lalai lalu menyesali kedurhakaannya, maka kita harus menutupi kedurhakaannya. Namun jika terus-menerus durhaka, maka kita harus menunjukkan ketidaksukaan kita,  menjauh dan menghindarinya.

So kalau sudah begini? Nafsi nafsi aja deeh ^^

KETIKA COBAAN MENYAPA

Tak perlu kau iri hati melihat temanmu bermandikan perhiasan, sementara di luar sana masih banyak orang yang tidak memiliki tangan. Tak usahlah kau bersedih karena tidak mempunyai sendal, sementara di luar sana masih banyak orang yang tidak memiliki kaki. Janganlah terus-menerus kau ratapi kepergian seseorang, sementara masih begitu banyak orang yang kehilangan seluruh anggota keluarganya.

Pernahkah engkau menyaksikan proses kelahiran seorang bayi dari perut ibunya? Perjalanannya menuju alam dunia ini ada yang (kita anggap) lancar,  banyak pula yang penuh rintangan. Ada yang harus terhenti dahulu di tengah perjalanannya, ada yang tercekik nyaris kehilangan nafasnya, ada yang harus dicapit dahulu kepalanya, dan sebagainya. Begitu tubuhnya merasakan udara dunia, rasa dingin tak tertahankan, tubuh pun gemetar menggigil. Belum lagi harus menjalani berbagai tindakan sang bidan yang dia rasakan semakin menyiksa kondisinya. Mengapa para bayi yang baru lahir saja harus mengalami penderitaan? Apa dosa mereka?

Sudah menjadi hal yang dianggap lumrah dalam masyarakat kita, suatu penderitaan, musibah dan segala sesuatu yang berasa tidak enak selalu dikaitkan dengan istilah dosa. Dia miskin karena dosanya, dia turun derajat karena kualat, dia cacat karena dosa nenek moyangnya, jodohnya jauh karena karmanya, dan sebagainya. Walaupun tidak seratus persen salah, tetapi anggapan tersebut pun tidak melulu benar adanya. Siapa yang tidak mengenal Nabi? Adakah di antara kita yang mengatakan bahwa para Nabi adalah orang-orang yang hina dan penuh dosa? Saya yakin semua sepakat menjawab tidak. Nabi dan para pengikutnya adalah orang-orang pilihan Alloh, mereka mendapatkan kemuliaan di sisi Alloh, bahkan di hadapan seluruh alam. Tapi mengapa justru mereka yang mengalami cobaan dan tantangan yang paling berat? Sampai disini, adakah di antara kita yang masih berpikiran bahwa para Nabi dan pengikutnya, yaitu orang-orang yang beriman, adalah orang-orang yang paling besar dosanya? Siapa saja yang menyangka bahwa jalan keimanan itu bagaikan jalan tol dan dihiasi bunga-bunga yang indah, maka dia belum memahami hakekat keimanan dan hal-hal yang menghalangi iman.

Tanpa cobaan, bagaimana kita bisa mengetahui keimanan kita dan dikatakan lolos dari saringan? Tanpa cobaan, dengan cara apa jiwa kita akan dibina, dibersihkan dan disembuhkan dari segala penyakit? Tanpa cobaan, bagaimana kita akan menambah bekal dan kedudukan kita di sisi Alloh?

Jika engkau masih terus menyalahkan bahwa semua cobaan yang terjadi pada seseorang adalah akibat dari dosanya, maka simaklah hadis Abu Huroiroh berikut ini. Nabi shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Adam dan Musa saling berhujjah/berdebat. Musa berkata kepadanya: 'Hai Adam, engkau adalah ayah kami yang telah mengecewakan dan mengeluarkan kami dari surga.' Adam menjawab: 'Hai Musa, engkau yang telah dipilih Alloh dengan difirmankanNya dan telah menuliskan untukmu dengan tanganNya. Apakah engkau akan menyalahkan aku terhadap sesuatu yang telah ditentukan oleh Alloh sebelum diciptakannya diriku empat puluh tahun yang lalu?' Dalam hal ini Adam telah menyampaikan hujjah kepada Musa, diulang tiga kali."

Kehilangan maupun tidak memiliki sesuatu, penyakit, kecelakaan, semua bentuk tekanan, dan segala macam cobaan di dunia adalah masih dalam batasan kemampuan kita mengatasinya. Perhatikan firman Alloh dalam QS AL MU'MINUN ayat 62: "Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya." Dan juga dalam QS AL A'RAF ayat 42: "Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal solih, Kami tidak memikulkan kwajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya." Akan tetapi jika seseorang memilih mengingkari nikmat Alloh, berputus asa dari rahmat Alloh dan tidak mau bersabar atas cobaanNya maka pada akhirnya ia akan menanggung balasannya. Firman Alloh dalam QS YUSUF ayat 87: "Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Alloh. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Alloh melainkan kaum yang kafir."

Sadarilah, ini dunia, bukan surga bukan neraka, segala sesuatu akan bergilir. Tidak melulu susah belaka, pun tidak ada bahagia tanpa diselingi duka. Hidup bagaikan roda, kadang di atas kadang di bawah. Dalam QS ATH THOLAQ ayat 7: "Alloh kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." Hibur Alloh lagi kepada kita dalam QS AL INSYIROH ayat 5-6: "Maka sesungguhnya kesulitan itu beserta kemudahan, sesungguhnya kesulitan itu beserta kemudahan."

Juga ingatlah selalu, tidak ada yang sia-sia dengan kesabaran yang kita usahakan, firman Alloh dalam QS YUSUF ayat 90: "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa dan bersabar tidak akan Alloh sia-siakan pahala mereka yang telah berbuat baik."

Nha, sudahkah engkau bersyukur hari ini...atau masih sedih karena tidak memiliki sendal? : p

SEDIH DAN CEMAS

Tadinya aku merasa, aku adalah makhluk Alloh yang ditakdirkan malang, begitu banyak harapanku yang tidak menjadi kenyataan, dan banyak sekali kenyataan yang tidak sesuai harapan dan keinginan. Hidupku begitu pahit, pikirku. Lalu muncul kecemasan-kecemasan terhadap masa depan. Aku takut besok aku akan ditakdirkan begini dan begini, sebagaimana Alloh telah mengganti mimpi indahku menjadi kekecewaan. Oh Robbi, aku kasihan pada diriku sendiri, batinku. Sanggupkah kelak aku menjalani hidup ini. Tapi aku juga belum siap mati. Hatiku masih terus berbicara, ketika tanganku mulai meraih sebuah ponsel yang tergeletak di tempat tidur, di sisiku. Kubuka beranda FB, kubaca status teman-teman, hingga mataku tertuju pada sebuah status yang membuatku tertegun dan mulai tersadar dari "lamunan." Seorang teman menceritakan pemandangan di sebuah bis yang baru saja dia tumpangi, dia melihat sepasang suami-istri yang keduanya sama-sama bermata buta, membawa anak kecilnya yang juga buta. Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'uun. Hatiku bergetar, mata tiba-tiba terasa panas dan berkaca-kaca. Ampuni hamba ya Alloh, betapa hamba sangat tidak mensyukuri semua nikmatMu selama ini. Ampuni hamba ya Alloh  T_T

Sedih dengan masa lalu dan cemas dengan masa yang akan datang, mungkin tidak hanya dialami diriku seorang. Hal ini bisa menyerang siapa saja, datang tiba-tiba tanpa diundang, terutama jika kondisi iman sedang surut, juga adanya waktu luang. Perasaan sedih dengan masa lalu ini biasanya datang karena kita teringat peristiwa masa lalu yang tidak kita inginkan. Sungguh tersiksa rasanya, sama sedih dan sakitnya sebagaimana saat kita sedang mengalaminya di masa lampau. Hal ini membuat kita merasa terbelenggu, lemah dan tak berdaya. Lebih parah lagi hal ini bisa mendorong kita mengucapkan kalimat penyesalan yang seharusnya tidak perlu kita ucapkan, seperti: "Seandainya dulu aku..., mengapa Alloh timpakan ini kepadaku, dsb."

Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kita sebuah doa untuk berlindung kepada Alloh dari perkara sedih yang seperti ini, yaitu:"Ya Alloh, aku berlindung kepadaMu dari kesusahan dan kesedihan. Dan aku berlindung kepadaMu dari perasaan lemah dan malas, dari rasa takut dan bakhil, dari terjepit oleh hutang dan penguasaan orang-orang." (HR BUKHORI-MUSLIM)

Masa lalu adalah perjalanan hidup di belakang kita, masa itu sudah tidak bisa kembali lagi. Kita tidak bisa berbuat apa-apa dengan masa lalu. Memikirkannya dan terus mengingatnya berarti kita sedang berjalan di tempat, tidak ada manfaat yang bisa kita petik, kecuali rasa sedih, susah dan lemah yang justru akan semakin membebani hidup kita. Alloh telah menakdirkan sesuatu yang tidak sesuai kehendak kita. Semakin kita merasa tidak bisa menerima, semakin menderitalah batin kita. Maka perbuatan yang sepantasnya kita lakukan saat ini adalah mengerjakan kegiatan sepenuh hati, semampu kita disertai dengan memohon pertolongan Alloh. Tanamkan dalam hati kita keridhoan akan ketentuan dan takdir Alloh. Apabila terjadi sesuatu yang tidak kita sukai, hendaklah kita mengatakan:"Semua telah menjadi takdir Alloh, apa yang Alloh kehendaki pasti terjadi."

Begitu pula dengan kecemasan akan masa depan, ini juga termasuk penyakit berbahaya. Masa depan sama seperti masa lalu, kita tidak bisa berbuat apa-apa pada saat ini untuk mengotak-atik kedua masa itu. Tidak semestinya kedua masa itu mempengaruhi apa yang sedang kita jalani saat ini, apalagi mengurangi kita untuk menikmati kebahagiaan yang sedang kita hadapi. Buat apa kita memusingkan peristiwa-peristiwa yang kita sendiri tidak tahu apakah akan terjadi atau tidak. Allohlah yang akan menentukan dan menjamin masa depan itu untuk kita. Bahkan umur kita pun kita tidak tahu, lantas untuk apa kita membuang-buang waktu dan menyakiti diri sendiri dengan kecemasan masa depan? Dalam hal ini kita perlu membedakan antara menyusun rencana dan perasaan cemas karena masa depan. Kedua hal tersebut tentu sangat berbeda, yang satu adalah hal positif, sedangkan yang lainnya adalah hal negatif.

Mari kita curahkan semua usaha kita dan mengerjakan segala hal yang mengandung manfaat dan kebaikan. Jangan lagi sedihkan masa lalu dan mencemaskan masa depan. Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:"Bersungguh-sungguhlah pada hal yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Alloh serta jangan merasa lemah. Bila kamu ditimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan,'Seandainya aku melakukan ini, niscaya begini-begini.' Katakanlah,'Alloh telah menakdirkan dan apa yang Alloh kehendaki maka itu terjadi.' Sesungguhnya kata seandainya akan membuka pintu perbuatan setan." (HR MUSLIM) Dalam hadis lain:"Bila datang waktu pagi jangan menunggu-nunggu waktu sore, bila datang waktu sore jangan menunggu-nunggu waktu pagi." (HR BUKHORI dan yang lain)

Sekali lagi, jangan cemas, segala sesuatu yang akan datang telah dijamin oleh Alloh!

WAHAI DIRI, SADARI KEKAYAANMU!

Dikisahkan ada seseorang yang mengadukan keadaan dirinya yang sangat miskin kepada seorang bijak. Dia benar-benar menampakkan kegundahan hatinya atas keadaannya itu. Orang bijak bertanya,"Sukakah jika engkau menjadi buta dan engkau mendapatkan 10.000 dirham?"
"Tentu saja tidak," jawab orang miskin.
"Sukakah jika engkau menjadi bisu dan engkau mendapatkan 10.000 dirham?"
"Tentu saja tidak," jawab orang miskin.
"Sukakah jika engkau menjadi gila dan engkau mendapatkan 10.000 dirham?"
"Tentu saja tidak," jawab orang miskin.
"Apakah engkau tidak merasa malu mengadu kepada Pelindungmu (Alloh), padahal engkau mempunyai barang yang nilainya sama dengan 50.000 dirham?" tanya orang bijak.


Dikisahkan bahwa ada orang yang benar-benar miskin, dan dia merasa penat dan mengeluhkan keadaannya itu. Ketika tidur dia bermimpi, seakan-akan ada orang yang bertanya kepadanya, "Sukakah jika kami membuatmu lupa surat Al An'am, dan engkau mendapatkan seribu dinar?"
Orang miskin menjawab, "Tidak."
"Bagaimana kalau surat Hud?"
"Tidak."
"Bagaimana kalau surat Yusuf?"
"Tidak."
"Berarti engkau kini mempunyai kekayaan senilai 100 dinar. Lalu bagaimana mungkin engkau masih mengeluh?"
Pagi harinya dia bangun dengan perasaan yang segar dan dalam keadaan riang.


Suatu kali Ibnus Sammak menemui Harun Ar Rasyid, lalu dia memberinya nasehat, hingga membuat Ar Rasyid menangis. Lalu dia meminta air minum. Ibnus Sammak bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, andaikata minuman Tuan itu tidak bisa diminum kecuali harus ditukar dengan dunia dan seisinya, apakah Tuan akan menebusnya?"
"Ya," jawab Ar Rasyid.
Ibnus Sammak berkata, "Kalau begitu minumlah dengan penuh kenikmatan, semoga Alloh memberkahi bagi Tuan."
Setelah Ar Rasyid meminumnya, Ibnus Sammak bertanya lagi, "Wahai Amirul Mukminin, bagaimana pendapat Tuan jika minuman itu tidak bisa dikeluarkan dari tubuh Tuan kecuali dengan dunia dan seisinya, apakah Tuan akan menebusnya?"
"Ya," jawab Ar Rasyid.
Ibnus Sammak berkata, "Apa yang Tuan lakukan terhadap seteguk minuman itu, maka itulah yang terbaik."

Hal ini menjelaskan bahwa nikmat Alloh yang dilimpahkan kepada kita, berupa seteguk minuman saat haus, lebih besar nilainya daripada seluruh kekayaan dunia. Kemudian keluarnya kotoran dari badan dengan cara yang mudah juga merupakan kenikmatan yang besar. Ini merupakan isyarat yang sangat sederhana tentang nikmat yang bersifat khusus.


Sumber: Minhajul Qashidin, Al Imam Asy Syaikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al Maqdisy

HIDUP ITU ...

Hidup adalah perjuangan.
Hidup adalah pengorbanan.
Hidup adalah pilihan.
Hidup adalah ibadah.
Hidup adalah misteri.
Hidup adalah cinta.
Hidup adalah ...
Siapapun bebas menjawab titik-titik di atas, dan semuanya berhak untuk dibenarkan, itulah pendapat. Sebagaimana orang bilang: lain kepala lain pula pendapatnya. Jika saya meminta semuanya menjawab dengan kata yang sama, maka sama artinya saya memaksakan semua kepala menjadi sama. Bukan saja tidak adil, tetapi itu adalah hal yang tidak mungkin bukan? Perhatian: dikhususkan dalam hal ini saja yah, urusan agama tentu beda lagi, karena ada patokannya sendiri.

Kembali pada topik semula, apapun itu jawabannya maka bicara hidup tentu tak bisa lepas dari kata susah, sulit, sedih dkk. Dalam hal ini maksudnya adalah dalam periode hidup itu sendiri, jadi bukan berarti tidak pernah lepas sama sekali dalam rentang periode tsb, itulah konteks kalimat yang saya tuju. Sebagaimana kalimat berikut, hidup itu tidak bisa lepas dari makan, artinya tanpa makan tentu kita tidak bisa hidup, alias mati. Jadi bukan berarti kemana-mana kita selalu makan, setiap saat setiap tempat, bukan demikian. Ah, tentu teman-teman mengerti maksud saya, bagi yang belum mengerti maka saya anggap sudah mengerti :)

Karena hidup itu tidak bisa lepas dari kata susah (dan saudara-saudaranya), tentunya kata itu pun akan selalu mengisi perjalanan hidup ini, dan itu berarti mau tidak mau kita pun harus mengakrabinya. Padahal kata-kata tersebut masuk golongan: tidak enak. Dan sudah menjadi tabiat manusia, tentunya tidak menyukai hal-hal yang tidak enak. Maunya hidup itu ya yang enak-enak saja. Nah, sekarang bagaimana caranya supaya kita bisa merasa enak, walaupun harus selalu bertemu dengan kata 'susah' yang pasti akan ada sepanjang periode perjalanan hidup ini?

Mm...kalau boleh saya mengibaratkan 'kesusahan' itu adalah garam. Maka tugas kita adalah mengambil sesuai takaran, mencampurnya dengan makanan yang lain, baru kita menelannya. Dengan begitu, garam yang tadinya benar-benar berasa asin dan tidak enak itu bisa berubah menjadi enak dan bermanfaat bagi tubuh kita. Lalu apa dong campurannya? Sebagai manusia beragama, maka kita pun harus mengambil resepnya dari ajaran agama pula. Misal, untuk menikmati 'susah' agar menjadi enak maka kita perlu mencampurnya dengan sabar, solat, ikhlas, tawakal, syukur, dan lain sebagainya, seperti apa yang telah dituntunkan Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam. Yang harus diingat, tentukan campurannya adalah yang memiliki sifat yang berlawanan. Apa jadinya jika kita menelan garam bersama air laut, dkk  yang juga sama-sama asin? Begitulah, apa jadinya jika kita mencampur kesusahan bersama amarah dan ketidakrelaan, dkk? Makin susah, makin tidak enak tentu!

Untuk merasakan enak, ternyata tidak selalu harus membuangnya bukan? Justru dengan mengambilnya sesuai takaran yang tepat, maka fungsinya akan berubah menjadi 'bumbu' pelezat kehidupan ini. Caranya? Ambillah kesusahan itu secukupnya untuk introspeksi diri, sehingga diri kita akan menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Ambillah kesusahan itu untuk melihat orang-orang yang ada di bawah kita, dengan begitu kita akan bersyukur, lega dan akan bertambah nikmat kita. Ambillah kesusahan itu untuk mendekatkan diri dan bertaubat kepada Alloh, niscaya Alloh akan membersihkan dosa-dosa kita kemudian mengganti kesusahan menjadi kelapangan dan karunia. Begitu seterusnya...

Jangan lupa, supaya asinnya garam tidak terasa menyiksa, maka perbesarlah wadahnya. Seujung sendok garam masih akan sangat asin jika kita mencampurnya dengan sesendok air. Berbeda halnya jika kita meletakkannya ke dalam semangkuk sup. Demikian pula berbagai rasa susah, sedih, sakit, dkk akan kurang terasa apabila kita menerimanya dengan lapang dada. Bahkan rasa-rasa tidak enak tersebut akan berubah menjadi enak, ringan dan indah dijalani. Bisa jadi kita malah akan merindukan masa-masa itu lagi. Masa-masa yang menjadikan hidup ini dinamis dan penuh warna-warni.

Bukan cuma itu, cara menerimanya pun ternyata ada aturannya juga lho. Sanggupkah kita menengadahkan tangan untuk menerima seujung sendok garam secara terus menerus tiada henti sepanjang hidup kita? Tak usah sepanjang hayat dikandung badan, sehari saja mungkin kita tak sanggup. Masalah, kesusahan, kesedihan, dkk tak akan sanggup kita pikul secara terus-menerus. Maka istirahatkanlah sejenak. Letakkanlah kesusahan itu terlebih dahulu. Rilekskan syaraf kita, dan caranya pun bermacam-macam sepanjang tidak bertentangan dengan syariat. Selanjutnya kita akan mampu memikul kesusahan itu kembali, bahkan dengan lebih kuat dan  lebih fresh. Setiap memikul lagi maka istirahatkan lagi begitu seterusnya, hingga waktu yang ditentukan itu tiba, dan kita masih dalam keadaan fresh, bebas dari jatuh stress. InsyaAlloh.

Jadi...menurut Anda hidup itu apa? :)

Rabu, 27 Juli 2011

SEPERTI APAKAH DZIKIR KITA?

Manusia, adakalanya jiwa merasa bosan jika dihadapkan pada satu bentuk yang itu-itu saja. Apalagi dihadapkan pada hal-hal yang memang dibenci jiwa, niscaya hal itu akan berpengaruh pada hati, lisan bahkan amal perbuatannya. Sementara amalan yang paling ringan adalah lisan. Amalan lisan tidak terbandingkan dengan gerakan anggota tubuh lainnya, yang tentunya sangat terbatas dan mudah sekali merasa capek.

Lantas apa yang diucapkan lisan kita saat kita berhadapan dengan segala sesuatu yang tidak kita sukai?

"Brengsek, uh dasar rese, kurang ajar, keparat, bangsat...", itukah yang kita ucapkan sehari-hari?

Ataukah lisan kita akan menyanyikan lagu-lagu yang sesuai dengan kondisi hati kita saat itu? Semacam itukah dzikir-dzikir kita?

Ataukah yang ini, lisan kita akan semakin disibukkan untuk menyebut nama Alloh?

Hanya Alloh, kemudian diri kita masing-masing yang mengetahui jawabannya. Dan seyogyanya ucapan "Subhanalloh, masyaAlloh", jangan hanya diucapkan pada saat memandang foto lawan jenis yang mengagumkan kita (atau bahkan orangnya langsung, tak sekedar fotonya) saja yah! :)

Apabila jasmani kita sangat butuh terhadap makanan dan minuman sehari-hari, maka terhadap kumpulan dzikir (yang sesuai alquran dan assunnah) inilah rohani kita lebih membutuhkannya.

Dzikir yang diajarkan agama kita sangat banyak dan bervariasi, sangat sesuai dengan kebutuhan kita, dan penggunaannya yang beraneka ragam tersebut membuat jiwa kita tidak jenuh dikarenakan harus membaca satu bacaan yang itu-itu saja. Waktu yang disediakan kepada kita begitu luas, sehingga kita bisa memilih mana yang dikehendaki, sebagai ganti dari waktu sebelumnya yang sudah berlalu. Alloh berfirman,"Dan sebutlah nama Robbmu pada waktu pagi dan petang, dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepadaNya dan bertasbihlah kepadaNya pada bagian yang panjang pada malam hari." (Al Insan:25-26)

Di dalam Syarah Hishnul Muslim, disebutkan faedah-faedah dzikir yang begitu banyak yang telah disebutkan oleh Al 'Allamah Imam Ibnul Qoyyim dalam kitabnya Al Wabil Shoyyib (tersadur), tetapi disini saya hanya akan menuliskan sebagian kecilnya saja, mudah-mudahan dengan yang sedikit ini kita tetap bisa mengambil manfaatnya.

Diantara faedah dzikir yang disebutkan adalah dzikir akan membuat hati berkilau dan hilang karatnya. Sebagaimana tembaga, perak dan lainnya, hati juga berkarat. Karat hati disebabkan dua perkara yaitu lalai dan dosa. Adapun berkilaunya juga dengan dua perkara yaitu istighfar dan dzikir. Barangsiapa kelalaian menguasai sebagian besar waktunya maka karat akan menebal dalam kalbunya, sesuai kadar kelalaian. Serta di saat telah berkarat maka ilmu yang ada di hadapannya tidak akan dipandang sesuai aslinya. Sehingga, dia pun melihat kebatilan berwujud kebenaran dan sebaliknya. Sebab ketika karatnya telah demikian tebal maka dia menjadi gelap sehingga membuat gambaran hakikat tidak sesuai lagi dengan apa adanya. Ketika karatnya telah menebal, dia telah menjadi hitam dan tertutup. Maka rusaklah penggambaran dan pemahamannya, diapun tidak menerima kebenaran dan tidak mengingkari kebatilan. Ini adalah hukuman terbesar dari hati.

Faedah lainnya adalah dzikir mampu mengumpulkan yang terserak dan memecah apa yang menyatu, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Yakni, dzikir mampu mengonsentrasikan hati dan keinginan hamba yang berserakan, memupus keresahan, kegalauan, kesedihan, tekanan jiwa, dan kesatuan tentara setan, sebab iblis terlaknat terus mengirim setiap hamba pasukan demi pasukan. Dzikir juga mendekatkan akherat dan membuatnya terpandang agung dalam kalbu, sebaliknya mengerdilkan dunia di mata hamba dan menjauhkannya dari kalbu maupun lisan.

Di dalam hati ada kesempitan yang tidak sanggup dihilangkan selain dengan dzikir kepada Alloh. Seseorang berkata kepada Al Hasan Al Basri,"Wahai Abu Sa'id, saya mengadukan kepadamu kesempitan hatiku!" Beliau menjawab,"Lelehkan dengan dzikir."

Melanggengkan berdzikir kepada Alloh akan memberikan keamanan dari bahaya lisan yang merupakan sebab kesengsaraaan hamba di kehidupan dunia maupun akhiratnya, karena melupakan Alloh berdampak melupakan diri sendiri beserta kemaslahatannya, sebagaimana firman Alloh,"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Alloh, lalu Alloh menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik." (Al Hasyr:19)

Dzikir adalah cahaya bagi pengamalnya di dunia, di kubur, dan di hari akhirat dimana dia bisa berjalan dibimbing oleh cahayanya di atas shiroth.

Dan masih banyak lagi faedah-faedah dzikir, diantaranya dapat mengusir setan, mengekang dan menghinakannya. Mendatangkan rezeki. Menggugurkan kesalahan dan menghilangkannya. Daaan lain-lainnya, masih banyak sekali.

Walaupun dengan hal itu saja yang kita ketahui, mudah-mudahan dapat membuat kita tidak ragu lagi akan begitu besarnya manfaat dzikir bagi keselamatan dunia-akhirat kita. Mulai saat ini, yuk perbaiki dzikir kita! ^_^

KETIKA ORANG LAIN TERTIMPA MUSIBAH

Musibah atau celaka atau bencana atau malapetaka atau tulah atau bala' adalah sama saja, semua itu sama-sama memiliki makna sesuatu yang tidak disukai oleh jiwa. Bentuknya bisa bermacam-macam, antara lain cacat fisik, bencana alam, kebakaran, kehilangan, penyakit, keguguran (janin), kemalingan, jatuh, tertipu, dipecat, berpisah dengan kekasih hati, dan lain-lain, bahkan tercemarnya nama baik dan jatuhnya harga diri juga merupakan bagian dari musibah.

Tak ada manusia yang luput dari musibah, hanya kadar dan jenisnya saja yang mungkin berbeda-beda. Berbagai musibah hampir kita dengar setiap hari, baik yang menimpa kerabat kita maupun orang lain. Saat kita mendengar orang lain tertimpa musibah, ada berbagai perasaan yang kita alami, ada rasa ngeri, takut, merinding, jijik, sedih, bahkan seakan-akan hati kita mencela musibah tersebut dan membenci hal itu terjadi pada diri kita. Akan halnya dengan orang yang hatinya ada penyakit, dia justru berbahagia atas penderitaan orang lain, merasa sombong dan lebih mulia sehingga merendahkan dan mencela orang yang sedang terkena musibah, tak jarang dia berkata, "Rasain loe, belagu sih!" atau "Emang udah nasib loe, apes muluu!" Termasuk golongan yang manakah kita? ^^

Sekalipun kita tidak pernah menghina dan merendahkan orang yang tertimpa musibah, pernah tidak suatu hari justru kita tertimpa musibah yang sama seperti orang tersebut? Misalnya, hari ini kita melihat seseorang tertipu, eh beberapa hari kemudian ternyata kita tertipu juga. Atau kemarin kita habis mendengarkan berita orang-orang yang diPHK, eh ternyata hari ini giliran kita yang diPHK. Dan masih banyak lagi contoh lainnya. Pernahkah? Kebanyakan dari kita pasti pernah mengalaminya, apapun bentuknya.

Lalu bagaimana dong solusinya supaya kita tidak tertimpa musibah juga? Berlindung. Ooh maksudnya kalau ada orang tertimpa musibah kita berkata "amit-amit jabang bayi" sambil pegang perut gitu yah ukhty? Hehe bukan demikian tentu caranya akhowaty sayang... ^_^

Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam telah membimbing kita dalam segala hal, termasuk juga mengajarkan bagaimana seharusnya sikap kita ketika melihat orang yang tertimpa musibah. Sabda beliau shollallohu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang melihat seorang yang terkena bala' (musibah) lantas mengatakan: (Alhamdulillahilladzii 'aafaanii mimmabtalaaka bihi wa fadhdholanii 'alaa katsiirin mimman kholaqo tafdhiilaa)  'Segala puji bagi Alloh yang telah menyelamatkanku dari apa yang Dia timpakan padamu dan benar-benar telah melebihkanku atas kebanyakan dari ciptaanNya', maka bala' itu tidak akan menimpanya." (HR At Tirmidzi)

Dengan membaca doa yang diajarkan Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam tersebut insyaAlloh kita akan terbebas dari musibah yang kita saksikan atau kita dengar tersebut. Dan kita harus meyakininya, karena tidaklah beliau bersabda kecuali sesuai dengan wahyu Alloh.

Akan tetapi, walaupun dzikir/doa ini berasal dari Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam, bukan berarti kita berhak menggunakannya semau kita tanpa memperdulikan adabnya. Ucapkanlah dzikir tersebut secara sirr, yakni hanya kita sendiri saja yang mendengar ucapan tersebut. Janganlah kita memperdengarkan dzikir tersebut kepada orang yang tertimpa musibah, agar perasaannya tidak tersakiti. Diperbolehkan memperdengarkannya hanya apabila musibah tersebut berupa kemaksiatan, yang hal ini bertujuan sebagai teguran baginya, itu pun selama tidak dikhawatirkan akan timbul dampak buruk dari hal ini. Adab kita terhadap orang yang tertimpa musibah adalah sudah seharusnya kita berempati terhadapnya, memberi bantuan semampu kita, menghiburnya, memberi semangat kepadanya serta mendoakan kebaikan baginya. Adapun salah satu wujud empati adalah kita turut merasakan kesedihannya seolah-olah kita ikut tertimpa musibah tersebut. Sehingga kita menempatkan doanya pun tak jauh berbeda sebagaimana posisi orang tersebut, misalnya: innaalillahi wa innaa ilaihi rooji'uun, qodarullohi wamaa syaa a fa'al, dsb sesuai kondisi dan jenis musibahnya. Atau kepada yang terkena musibah sakit, laaba'sa thohuurun insyaAlloh, syafakalloh, as alullohal'azhiim robbal'arsyil'azhiim an yasyfiyak (7x), dsb. Selanjutnya kita menghiburnya dengan hadis-hadis atau ayat-ayat penyemangat agar dia tidak terus hanyut dalam kesedihannya.

Nah, betapa Islam itu mengajarkan keselamatan dengan cara yang sangat lembut dan penuh adab bukan? Segala sesuatu dalam agama ini sudah diatur sedemikian rupa rapinya, bijak sana bijak sini pula, betul-betul sempurna! Siapa yang tidak bangga menjadi pemeluk agama Islam?! ^_^
Wallohu a'lam.

JANGAN TANGISI YANG TELAH PERGI

Tupperware hilang, motor hilang, buku hilang, vas bunga hilang, binatang kesayangan hilang, bahkan (mungkin) salah seorang yang kita sayangi pun hilang. Ceroboh amat?! Hehe maksudnya tidak harus kehilangan semua yang telah saya sebutkan di atas, bisa saja kehilangan salah satunya atau kehilangan yang lain. Yang di atas mah hanya sebagai contoh saja ^_^

Istilah hilang tidak melulu karena dicuri orang maupun karena keteledoran kita semata. Hilang berarti tidak ada lagi alias lenyap dari hadapan kita, penyebabnya bisa bermacam-macam, bisa karena kemalingan, meninggal, melarikan diri, dipinjam orang tidak kembali, terbakar, hanyut dan sebagainya. Yang jelas dia adalah sesuatu yang tadinya ada bersama kita tiba-tiba harus lenyap dari sisi kita tanpa kita kehendaki. Jika perginya kita kehendaki tentu istilahnya bukan hilang lagi, tapi buang, beri dan seterusnya. Halah sok tau, kayak ahli bahasa aja >_<

Kepergian yang tidak kita kehendaki itulah yang akhirnya berdampak buruk pada jiwa kita. Entah akhirnya kita kesal dan marah-marah, menangis, sedih, menyesal bahkan hingga murung berhari-hari dan tidak doyan makan. Berat memang kehilangan sesuatu yang sudah menjadi milik kita. Bahkan terkadang (mungkin) kita menganggap Alloh itu tidak adil. Nah, anggapan yang satu ini tidak boleh lagi kita lakukan.

Sesungguhnya Alloh itu Maha Adil. Alloh senantiasa adil dalam menetapkan segala sesuatu kepada kita semua, termasuk dalam menetapkan hal-hal yang tidak kita sukai. Adil itu sendiri artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan zholim adalah sebaliknya. Adil adalah sifat Alloh dan zholim mustahil terjadi pada sifat Alloh. Apa yang tidak baik menurut kita belum tentu itu tidak baik menurut Alloh, demikian juga sebaliknya.

Sebagai permisalan,
Betapa sedihnya ketika kita kehilangan sepeda motor (apalagi orang), berhari-hari mungkin kita menangis dan menyesalinya. Dalam keadaan seperti ini coba kita belajar ikhlas dan mengambil hikmah dari kejadian hilangnya sesuatu itu. Lihatlah mereka orang-orang yang masih memiliki sepeda motor dan mengendarainya, berapa ribu (atau bahkan juta) dari mereka yang akhirnya terbaring di rumah sakit, bahkan di kuburnya, akibat kecelakaan lalu lintas. Tanyalah pada diri sendiri, pilih motor atau nyawa? Pilih motor dan nyawa! ;-) Itu pilihan kita yang memang "mau gue dong", tetapi sayangnya tidak selalu demikian fakta berbicara. Tidak semua keinginan kita disetujui oleh Sang Penentu takdir. Tapi percayalah, pilihan Alloh itu lebih baik dan lebih adil dari apa yang kita ketahui secara zhohirnya saja.

Lupakah kita akan sifat Alloh yang Serba Maha, termasuk juga Maha Pemurah dan Maha Kuasa? Pada saat apa yang ada di sisi kita lenyap, Alloh masih memberi kita kesempatan untuk mendapatkan kembali yang telah lenyap, bahkan ganti yang jauh lebih baik. Inilah doanya, sebagaimana yang telah Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam ajarkan: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji'uun. Alloohumma 'jurnii fii mushiibatii wa akhlif lii khoiron minhaa
"Sesungguhnya kami milik Alloh dan kepadaNya lah kami dikembalikan, ya Alloh berilah aku pahala dalam musibahku ini dan gantikan untukku yang lebih baik darinya." (HR Muslim)
Disebutkan dalam hadis tersebut bahwa Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang hamba tertimpa suatu musibah lantas mengatakannya melainkan Alloh akan memberikannya pahala dalam musibahnya itu dan menggantikan baginya yang lebih baik dari itu."

Berkenaan dengan hadis tersebut, Ummu Salamah rodhiyallohu 'anha mengatakan: "Tatkala Abu Salamah (suaminya) wafat, saya mengatakan sebagaimana yang Rosululloh perintahkan kepadaku, maka Alloh pun menggantikan bagiku yang lebih baik darinya (Abu Salamah), yaitu Rosululloh."

Haa...suami yang meninggal saja masih bisa diminta gantinya, apalagi yang lain? MasyaAlloh. Benar-benar Alloh itu Maha Penyayang yah... Alloh mengambil dari sisi kita untuk menggantikannya dengan yang lebih baik. Siapa yang menolak?!

So, hapuslah airmata, ikhlaskan yang telah pergi, tersenyum dan berdoalah! Mudah-mudahan Alloh mengkaruniakan kepada kita segala sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah kita terima di masa lalu. Aamiin.

TERCELANYA SIFAT BAKHIL

Adakah manusia yang senang melihat kebakhilan orang lain? Tentunya tidak, hatta dia sendiri adalah orang yang bakhil juga. Itulah fitrah manusia, menyukai hal-hal yang baik dan membenci yang buruk. Barangsiapa yang bersikap sebaliknya, berarti dia sudah keluar dari fitrahnya.

Orang bakhil bisa kita temui di mana saja; di masyarakat, di antara teman-teman kita, di dalam keluarga kita, bahkan mungkin ada didalam diri kita sendiri. Ada orang yang bakhil kepada tetangganya, suami kepada istrinya, seseorang kepada temannya, dan sebagainya. Terhadap siapapun kebakhilan itu terjadi, tak ada orang yang menyukainya.

Tahukah kita betapa bahaya dan tercelanya sifat bakhil dalam ajaran agama Islam? Tentang sifat ini Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:"Kikir dan iman sama sekali tidak berhimpun di dalam hati seorang hamba." (diriwayatkan At Tirmidzi, Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqy dan Al Baghowy). Mengerikan, bukan? Bahkan beliau berlindung kepada Alloh dari sifat tersebut, beliau berdoa:
Alloohumma innii a'uudzubika minal jubni wal bukhli
"Ya Alloh, aku berlindung kepadaMu dari lemah hati dan bakhil." (HR Al Bukhory dan Muslim).

Bahkan Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam menyebutnya sebagai penyakit yang parah. Jabir rodhiyallohu 'anhu meriwayatkan, Nabi shollallohu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada Banu Salamah,"Siapakah pemimpin kalian?"
Mereka menjawab,"Jadd bin Qois. Hanya saja kami menganggapnya orang yang bakhil."
Beliau bersabda,"Lalu apakah penyakit yang lebih parah dari bakhil? Pemimpin kalian adalah Bisyr bin Al Barro' bin Ma'rur." (disebutkan Al Bukhory di dalam Al Adabul Mufrod).

Bakhil membuat orang lain menderita, bakhil menimbulkan kebencian di antara sesama, bakhil menyebabkan kedengkian orang lain, bakhil membuat kesenjangan sosial semakin tebal, bahkan bakhil dapat memutuskan tali ukhuwah dan silaturohim. Tak jarang pula bakhil ternyata dapat memicu terjadinya perceraian suami istri. Banyak sekali bahaya bakhil pada kehidupan manusia, sangat sesuai dengan sabda Nabi shollallohu 'alaihi wasallam. Dalam sebuah hadis Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:"Tiga perkara yang merusak, yaitu: kikir yang dituruti, nafsu yang diikuti dan keta'ajuban seseorang terhadap diri sendiri." (diriwayatkan Al Bazzar dan Abu Nu'aim).

Al Khoththoby berkata,"Kikir yang membuat seseorang tidak mau memberi, lebih parah daripada bakhil."

Ibnu Qudamah mengatakan, tingkatan bakhil yang paling parah ialah bakhil terhadap dirinya sendiri sekalipun dia membutuhkannya. Berapa banyak orang bakhil yang tidak mau mengeluarkan hartanya, dia sakit tetapi tidak mau berobat, dia menginginkan sesuatu tapi tidak menurutinya, hanya karena bakhil.

Pernah bukan kita mendapati orang yang demikian? Dia mengeluh bahwa dia tidak punya baju tetapi dia tidak mau membeli, padahal uang tabungannya di bank banyak benar. Dia bilang ingin makan enak tetapi dia tidak mau keluar uang untuk memperolehnya, padahal rumahnya mewah. Dan contoh-contoh lain yang ada di sekitar kita. Dan biasanya orang yang bakhil terhadap diri sendiri dia akan lebih bakhil terhadap orang lain. Tapi ingat, hal ini sangat berbeda dengan orang yang mengabaikan kepentingan dirinya padahal dia membutuhkan. Yang terakhir saya sebutkan ini adalah hal yang terpuji, sebagaimana firman Alloh dalam Alquran surat Al Hasyr ayat 9:"Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan."

Di dalam Mukhtashor Minhajul Qoshidin disebutkan bahwa Al Farisy berkata:"Jika orang dermawan meninggal dunia, maka bumi para malaikat penjaganya berkata,'Ya Robbi, lepaskanlah urusan dunia dari hambaMu karena kedermawanannya.' Jika orang bakhil meninggal dunia, maka bumi berkata,'Ya Robbi, halangilah orang ini dari surga, sebagaimana hambaMu ini menghalangi apa yang ada di tangannya dari keduniaan.'

Berikut adalah beberapa kisah orang bakhil yang ditulis Ibnu Qudamah dalam kitabnya:

- Diriwayatkan dari Ibnu Abbas rodhiyallohu anhu, dia berkata:"Al Hajib adalah seorang laki-laki yang cukup terpandang di kalangan bangsa Arab, tapi dia bakhil. Dia tidak mau menyalakan tungku api pada malam hari, karena takut ada orang lain yang melihat bias sinarnya lalu mengambil manfaat dari apinya. Jika dia perlu menyalakan, maka dia pun menyalakannya. Kemudian jika dia melihat seseorang yang ingin mencari api, maka dia buru-buru memadamkannya."

- Dikisahkan bahwa Marwan bin Abu Hafshoh termasuk orang yang sangat bakhil. Suatu kali dia pergi menuju ke tempat tinggal di Al Mahdy. Istrinya berkata:"Aku berharap sepulangmu dari sana engkau akan membawa hadiah." Marwan menyahut:"Kalau aku diberi 100 ribu dirham, aku akan memberimu 1 dirham." Karena ternyata dia hanya mendapatkan hadiah 60 ribu dirham, maka istrinya hanya diberi 4 dawaniq (dua pertiga dirham).

Mudah-mudahan Alloh melindungi kita dari sifat bakhil dan kikir, serta menjauhkan kita dari orang-orang yang demikian. Aamiin...